STT GKST TENTENA

Akta Notaris Nomor 48 Tanggal 20 November 2017

Jl. Torulemba No. 21 Tentena 94663 Poso Sulawesi Tengah

Cerita Dari Kampus Ungu

Selasa, 30 Agustus 2022 ~ Oleh admin ~ Dilihat 521 Kali

Oleh: Yuliantika Pinapu dan Stevhy Sanako

 

STT GKST Tentena sebagai kampus ungu terletak di Kelurahan Pamona, Kecamatan Pamona Puselemba, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. STT GKST Tentena sebagai lembaga pendidikan teologi terdiri atas tiga program studi, yakni S1 Teologi, S1 Pendidikan Agama Kristen dan S2 Teologi. STT GKST Tentena sebagai sebuah komunitas yang terdiri atas sejumlah mahasiswa, dosen, pegawai dan pekarya, dari berbagai latar belakang suku, seperti suku Pamona, Mori, Banggai, Bada, Napu, Behoa, Sangir, Saluan, Jawa, Bali, dan Balantak.Halaman Kampus

Kampus Ungu, begitulah julukan bagi STT GKST Tentena. “Bukan sekedar julukan, melainkan sebuah idetintas” demikian tutur Pdt. I Gede Supradnyana. Menurutnya, ungu bukan hanya sebatas warna dalam ilmu teologi melainkan sebuah simbol. Ungu pada satu pihak melambangkan kemuliaan Kristus tetapi pada pihak lain melambangkan kesedihan Kristus yang sebagai Allah rela menjadi manusia. “Maka jika STT GKST Tentena mengambil ungu sebagai warna bagi identitas dan penghayatan keberadaannya, saya kira, kalau berdoa kepada Yesus sebagai Guru Agung, itu menjadi jalan teladan, jalan kehambaan, dan jalan derita, via dolorosa. Untuk tiba pada kemuliaan itu, maka diuji bagaimana STT GKST bersentuhan dengan orang-orang atau dengan kelompok masyarakat atau siapa pun yang menjadi perhatian dan keprihatinan Yesus dalam pelayananNya. Kalau Yesus, misalnya, memberi perhatian pada orang-orang miskin, kepada mereka yang terpinggirkan, dan lain sebagainya, mestinya STT sebagai sebuah lembaga yang mengikuti teladan Yesus, mengacu pada pola pelayanan itu, tidak menjadi sebuah lembaga akademis yang jauh dari kehidupan berjemaat, yang jauh dari konteks”, ungkapnya menjelaskan makna warna ungu bagi STT GKST Tentena.

Kegiatan Suasana Akademik Kampus

Jati dirinya sebagai kampus ungu yang memiliki makna teologi mendalam, menjadi nampak ketika mahasiswa maupun dosen memilih untuk melangkahkan kaki memasuki dan memulai babak baru di STT GKST Tentena. Setiap langkah yang dituju menggetarkan jiwa untuk mengabdi pada gereja, jemaat serta masyarakat dimulai dari kampus ungu. Tujuan kehadiran diri di kampus ungu adalah cita-cita dan berkat. Simbol dari dimulainya makna ‘warna ungu’ terpancar dalam kesediaan diri untuk peduli dan peka. Aptun, seorang mahasiswa merasakan kekagumannya dengan melihat keramahtamahan di lingkungan kampus ungu. “Orang-orang dikampus ramah-ramah, bahkan justru senior sebagai kakak yang lebih dahulu memberi salam kepada junior, sehingga kami merasa diterima di kampus ini”, pungkas Aptun. Demikian pula, seorang mahasiswa merasakan hal yang sama. Ia mengatakan bahwa “beda sekali waktu saya SMA dan masuk STT, orang-orangnya ramah, rasa kepedulian dan kekeluargaannya terjaga. Itu saya lihat pada perkunjungan pastoral di rumah sakit kepada mahasiswa yang sakit dan pemberian sumbangan untuk anak asrama yang terpapar Covid-19”, tutur Brayen. “Selain itu, saya juga melihat dari kualitas STT GKST, yang juga sama dengan sekolah-sekolah teologi yang lainnya. Hal ini, saya lihat juga dari perbandingan antara pendeta-pendeta alumni STT GKST dengan pendeta-pendeta alumni sekolah teologi lainnya, bahwa model mereka berkhotbahn sama”, sambungnya. Panggilan untuk menapaki pelayanan di STT GKST Tentena, juga dirasakan oleh salah satu dosen. “Tidak memilih tempat lain, sekalipun ada tawaran itu. Tapi cita-cita ideal untuk membaharui gereja akan lebih cepat, bila berada di STT GKST dibanding di sekolah teologi lain, dan awal menjadi dosen semacam ada kegembiraan, bahwa saya bersama-samadengan teman-teman yang lain mempersiapkan pemimpin-pemimpin gereja. Saya melihat STT GKST memiliki peran yang sangat strategis untuk itu, karena itulah saya memilih berproses di sini”, ujar Pdt. I Gede Supradnyana.

Tampak Depan Kampus Ungu

Memilih STT GKST sebagai wadah untuk menempah diri dan melakukan suatu perubahan, berarti menjadi bagian dari STT GKST Tentena. Aptun mengatakan bahwa “saya merasa sebagai bagian dari STT ketika saya melangkahkan kaki pertama kali di STT, yakni saat saya datang mendaftar, juga ketika saya terlibat dalam tugas untuk memimpin ibadah dalam liturgi bahasa Inggris. “Dan salah satunya juga, saya merasa bahwa diri saya adalah bagian dari kampus ini, adalah ketika mengikuti kegiatan-kegiatan perkuliahan, dan kegiatan-kegiatan mahasiswa, seperti Latihan Kepemimpinan Kristen, serta ibadah-ibadah perwalian”, sambung Brayen, menambah penjelasan Aptun. 

Doa Sebelum Berkuliah

Sebagai bagian dari kampus ungu, tentu menjadi saksi dari perkembangan STT GKST Tentena, yang terus bertumbuh ke arah yang lebih baik dalam bidang teologi. STT GKST Tentena hari ini, berupaya untuk memberi warna baru bagi arah berteologi gereja. Hal ini dikemukakan oleh Pdt. I Gede, bahwa “Ada soal memang ketika berbicara tentang sejarah. Ini menyangkut paradigma berteologi. Ada masa STT ini kuat dipengaruhi oleh teologi Pietisme di masa lampau yang dicatat juga dalam sejarah gereja. Bahwa Pietisme itu mengharapkan sesuatu yang jauh di masa depan, yakni sorga di seberang sana. Pietisme menanamkan nilai kepada kita bahwa keselamatan itu akan dirasakan di masa yang akan datang. Dalam hal ini, gereja yang mewarisi model berteologi Pietisme di masa lampau itu, sulit menentukan sikap dan posisi teologisnya apabila didekati oleh banyak kepentingan. Sikap dan posisi teologis ini bergantung pada proses yang dijalani dalam pendidikan teologi. Di sini dapat dilihat bahwa STT memiliki peran penting sebagai pembentuk paradigma berteologi gereja. Nah kita mau diwacanakan di STT. Katakanlah kurang lebih 10 tahun terakhir, STT menyeriusi hal itu dengan nilai-nilai yang dipegangnya, yakni takut akan Tuhan, menghargai kemanusiaan, menghargai kemajemukan dan memiliki kepekaan ekologi. Saya kira ini nilai-nilai yang dipegang oleh STT yang sejalan dengan kecenderungan teologi-teologi ekumenis”. 









  1. TULISAN TERKAIT